Ilustrasi: Traveling (freepik.com/freepik) |
Traveling menjadi salah satu kegiatan yang cukup digemari oleh sebagian besar masyarakat. Melalui traveling seseorang diberikan kesempatan untuk menjelajahi berbagai tempat di penjuru dunia. Seseorang yang sebelumnya memiliki pikiran yang cenderung sempit menjadi lebih luas, terbuka, dan kritis dalam menanggapi suatu hal. Ini merupakan salah satu alasan mengapa seseorang yang sedang mengalami patah hati memilih traveling sebagai cara pelariannya.
Traveling yang sering menjadi pelarian seseorang untuk terlepas dari suatu kekangan, seperti pekerjaan, studi, konflik cinta, atau konflik-konflik internal lainnya, memang memiliki pengaruh yang baik terhadap kesehatan mental. Hal ini bisa terjadi karena adanya stimulus yang mampu memicu atau memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu, sehingga mendapatkan sebuah pengalaman (experience) yang berpotensi untuk mengubah cara pandang seseorang terhadap suatu hal.
Lalu, apa bedanya dengan menjalankan sekolah wajib 12 tahun? Bukankah itu sifatnya juga memicu atau memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu sehingga mendapatkan sebuah pengalaman (experience)? Perbedaannya terletak pada fleksibilitasnya. Traveling cenderung lebih fleksibel karena kita yang mengatur, sehingga menciptakan pengalaman (experience) yang alami. Sedangkan sekolah wajib 12 tahun cenderung lebih kaku dan terkadang proses untuk menciptakan pengalaman (experience) memerlukan dorongan ekstra dari luar (eksternal).
Dalam melakukan traveling, seseorang pasti akan mengalami “relaksasi” dan “refleksi”. Hal ini terjadi karena adanya sebuah “proses menghayati” atau “proses menikmati”. Pengalaman juga memicu hadirnya relaksasi dan refleksi dalam traveling. Lalu, sebenarnya apa itu “relaksasi” dan “refleksi”? Secara spesifik, bagaimana “relaksasi” dan “refleksi” dapat muncul ketika traveling? Mari sejenak menjelajah bersama Menapak, Melangkah untuk menemukan sebuah treasure berupa “relaksasi” dan “refleksi” dalam traveling!
Ilustrasi: Perjalanan yang Penuh Relaksasi dan Refleksi (freepik.com/jcomp) |
MEMAHAMI MAKNA RELAKSASI DAN REFLEKSI
Kata “relaksasi” sering dikaitkan dengan pengendalian emosi seseorang. Relaksasi merupakan sebuah keadaan atau situasi di mana seseorang merasakan ketenangan dan kedamaian, sehingga dapat mengelola pikiran cemas atau stres. Membaca definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa relaksasi memiliki keterkaitan yang erat dengan traveling. Traveling bisa dimanfaatkan sebagai wahana untuk mengelola berbagai emosi negatif dalam tubuh. Oleh karena itu, seperti yang dijelaskan sebelumnya, seseorang yang sedang mengalami patah hati akan menjadikan traveling sebagai pelarian dari emosi negatif.
Relaksasi dalam traveling dapat ditemukan sepanjang waktu ketika melakukan traveling. Ketika melakukan traveling, seseorang pasti akan memanjakan matanya pada setiap objek baru yang muncul di depan mata mereka, seperti pemandangan, masyarakat, kesenian, maupun artefak. Hal ini memicu mereka untuk mengenal lebih dalam berbagai kebudayaan yang mereka temui selama melakukan traveling, sehingga emosi negatif perlahan menghilang dan digantikan oleh emosi positif. Relaksasi nampak seperti bagian utama dari traveling dan tidak bisa terpisahkan.
Kata “refleksi” seringkali dipahami sebagai evaluasi dari sebuah kegiatan. Faktanya, refleksi tidak sekedar bagian dari evaluasi saja, namun lebih luas dari itu. Refleksi adalah proses pengelolaan pikiran dan perasaan seseorang. Jadi, sebuah refleksi pasti akan melibatkan pikiran sekaligus perasaan yang berarti menunjukkan adanya kedalaman hasil. Refleksi pasti mengandung sikap, perasaan, tindakan, pengalaman, dan komitmen.
Dalam traveling, refleksi biasanya muncul ketika ada suatu titik balik yang melibatkan pengalaman masa lalu seseorang. Misalnya, seseorang yang memiliki kenangan masa lalu bersama adiknya yang sudah meninggal di sebuah gunung. Adiknya meninggal karena terperosok ke jurang ketika mereka berdua mendaki sebuah gunung. Suatu waktu, orang tersebut kembali mendaki sebuah gunung. Ketika sampai di titik dengan jurang yang dalam di sampingnya, orang tersebut akan teringat pada kejadian di mana adiknya meninggal karena terperosok ke jurang. Kemudian, emosi orang tersebut akan bergejolak. Terjadi dilema dalam diri orang tersebut hingga mampu memutuskan suatu hal dan membentuk sebuah komitmen untuk masa depannya.
Melalui contoh kasus di atas, refleksi akan menghadirkan sebuah komitmen untuk masa depannya. Refleksi dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku seseorang di masa depan. Biasanya melalui refleksi, seseorang bisa lebih menerima suatu hal atau kejadian yang menimpanya karena merupakan sebuah proses belajar. Dengan belajar, seseorang akan memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan membentuk perilaku yang sesuai untuk masa depannya.
Ilustrasi: Pengalaman Sebagai Bagian Penting dari Sebuah Perjalanan (freepik.com/marymarkevich) |
PENGALAMAN SEBAGAI BAGIAN PENTING DARI TRAVELING
Pengalaman (experience) adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari traveling. Traveling pasti akan memberikan pengalaman yang berlimpah melalui budaya orang-orang sekitar. Apalagi, jika budaya tersebut adalah budaya yang baru bagi orang tersebut. Budaya yang baru akan memberikan pengaruh bagi seseorang untuk menjadi lebih terbuka hingga menjadi pribadi yang fleksibel dan toleran. Lebih kompleks lagi, kegiatan ini akan menumbuhkan empati yang lebih dalam karena memaksa seseorang untuk berkomunikasi secara interpersonal.
Sebelum pada tahapan akhir yaitu menjadi pribadi yang terbuka, fleksibel, dan toleran, seseorang harus melalui tahap penyesuaian terlebih dahulu yang disebut dengan adaptasi (adaptation). Melalui proses adaptasi, seseorang akan lebih mudah dalam mengenal budaya baru yang dikunjungi, sehingga lebih mudah pula dalam menyesuaikan pola hidupnya selama tinggal di dalam budaya tersebut. Melalui proses ini pula, fleksibilitas kognitif menstimulus neuroplastisitas (neuroplasticity) sehingga input dari lingkungan bisa diproses dan menghasilkan daya cipta (kreativitas) seseorang sebagai output dan landasan untuk bertindak lebih lanjut.
Pengalaman dari traveling juga bisa menjadi sebuah “relaksasi” dan “refleksi bagi seseorang”. Ketika melakukan suatu kegiatan yang fleksibel, seseorang cenderung bisa melepaskan segala emosi negatifnya. Pengalaman tersebut akan membuat seseorang merasa lebih tenang dan positif. Sedangkan, ketika seseorang melakukan suatu kegiatan yang membutuhkan usaha atau dorongan yang penuh dalam dirinya, itu akan menjadi sebuah pengalaman yang membuatnya mampu “berefleksi” dengan memikirkan dan merasakan segala tindakan atau dorongan dalam dirinya untuk mencapai hal tersebut.
Pengalaman sebagai bagian penting dari traveling pasti tidak lepas dari sebuah cerita. Cerita ini sifatnya jangka panjang. Artinya, cerita ini akan tersimpan dalam memori otak kita dan sifatnya fleksibel yang berarti bisa dibagikan kapan pun, di mana pun, dengan siapa pun tergantung orang tersebut. Pengalaman ini juga menjadi pijakan bagi langkah seseorang selanjutnya yang juga berkaitan dengan hasil refleksi orang tersebut.
Ilustrasi: Menghadapi Ketakutan (freepik.com/tawatchai07) |
TIPS MENJADIKAN TRAVELING PENUH RELAKSASI DAN REFLEKSI
1. Mengenal penduduk lokal (foreigners)
Dengan mengenal penduduk lokal, kita akan lebih mudah dalam mempelajari budaya setempat. Informasi dari penduduk lokal bisa didapatkan melalui berbagai cara, misalnya ketika belanja di toko, makan di warung, berjalan di tempat wisata, beribadah, dan sebagainya. Memang kita juga perlu waspada terhadap orang asing atau yang baru dikenal, namun komunikasi dengan penduduk lokal juga sangat penting untuk memperoleh berbagai informasi dari mereka. Informasi yang didapatkan dari penduduk lokal pun bentuknya beragam atau bervariasi, ada yang melalui pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, aturan tertulis, aturan tidak tertulis, dan sebagainya. Hal itu dapat menambah wawasan kita terhadap lingkungan yang kita kunjungi.
2. Face your fears
Ketakutan menjadi salah satu hal yang menghambat seseorang untuk menemukan jati dirinya melalui traveling. Berani menghadapi berbagai tantangan sangat baik karena ketika traveling, kita akan menemukan banyak hal baru yang tidak pernah kita sangka dan terkadang membuat kita ketakutan. Oleh karena itu, hadapi segala ketakutan yang ada! Setiap orang pasti memiliki caranya sendiri untuk mengatasi ketakutannya, jadi kenali diri terlebih dahulu sebelum mengambil langkah.
3. Batasi penggunaan alat digital
Dengan membatasi penggunaan alat digital, kita akan lebih fleksibel dalam menjelajah atau mengeksplor segala hal di tempat kita berada. Alat digital, khususnya gawai akan sangat menghambat kegiatan traveling karena kita cenderung tidak bisa fokus dalam perjalanan. Pengecualian untuk alat-alat digital dokumentasi bisa digunakan selama perjalanan untuk menangkap berbagai potret atau kejadian di tempat kita melakukan traveling.
4. Kenali kultur dari tempat yang dikunjungi
Mengenal kultur merupakan hal yang wajib bagi siapa pun yang akan melakukan traveling, sehingga kita sebagai “pengunjung” bisa berperilaku baik dengan mengedepankan moral dan etika. Selain itu, dengan mengenal kultur dari tempat yang dikunjungi, kita akan belajar menjadi pribadi yang terbuka dan toleran. Kita akan menyadari dan memahami bahwa banyak sekali perbedaan cara hidup, cara pandangan, lingkungan, religiusitas, dan sebagainya yang sebelumnya tidak kita sadari dan pahami. Kita juga bisa belajar bagaimana kultur bisa mempengaruhi pola hidup masyarakat di suatu tempat.
5. Selalu katakan “Ya!” pada hal baru
Maksudnya, ketika ada suatu hal yang baru maupun peluang lain yang berpotensi untuk pengembangan diri (self-development), terima itu dan sebisa mungkin jangan ditolak. Melalui hal tersebut, kita akan belajar banyak pengalaman baru yang bisa direfleksikan untuk kemudian hari. Ambil segala hal positif dari pengalaman tersebut! “Better three hours too soon, than one minute too late.” - William Shakespeare.
Relaksasi dan refleksi adalah dua hal yang tidak bisa dilepaskan dari traveling. Traveling tidak hanya membawa tubuh kita secara fisik pergi dari tempat tinggal, namun traveling membawa seluruh bagian tubuh kita untuk membuat diri semakin berkembang. Traveling mengandalkan seluruh bagian tubuh kita, fisik, perasaan, pikiran, dan sebagainya. Hal ini yang menyebabkan traveling menjadi sebuah kegiatan yang penuh makna.
Melalui relaksasi dalam traveling, seseorang bisa melepaskan segala emosi negatifnya dan dilanjutkan dengan refleksi yang mampu membuat seseorang berani untuk mengambil langkah dan membuat komitmen. Relaksasi dan refleksi ini terkadang muncul secara tidak sadar dan mengalir begitu saja ketika kita melakukan traveling. Untuk refleksi seringkali muncul ketika ada stimulus yang mempengaruhi emosinya hingga teringat pada cerita masa lalunya.
Traveling menjadi kegiatan baik untuk lebih mengenal diri dan menjadi pribadi yang terbuka, toleran, fleksibel, dan kritis melalui proses belajar dari pengalamannya. Sebagai kegiatan yang reflektif, traveling juga memiliki pengaruh terhadap pola pikir, cara pandang, sikap, dan empati seseorang. Melakukan traveling juga menjadi salah satu bentuk menghargai waktu karena kita mampu meluangkan waktu untuk belajar mengenal diri dan lingkungan kita secara lebih mendalam. Traveling adalah sebuah bentuk cinta bagi diri sendiri, masyarakat, budaya, lingkungan, dan Sang Pencipta.
DAFTAR PUSTAKA
Kim, J. (2018, March 26). Why Travel Is Good for Your Mental Health. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/blog/culture-shrink/201803/why-travel-is-good-your-mental-health
Laia. (2018, July 18). 7 ways to reflect whilst travelling. Dream Travel Girl. https://www.dreamtravelgirl.com/2018/07/18/reflect-whilst-travelling/
Lange, F., & Dewitte, S. (2019). Cognitive flexibility and pro–environmental behaviour: A multimethod approach. European Journal of Personality, 33(4), 488-505. https://doi.org/10.1002/per.2204
For more information:
Follow me on Instagram: @menapak.melangkah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar