Gunung Andong via Gogik: Pendakian Ketiga yang Penuh Evaluasi dan Refleksi

 

Gunung Andong (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Sudah sangat lama, saya tidak menulis artikel di blog ini karena berbagai hal. Kini, saya mengajak kalian semua untuk kembali menapak dan melangkah ke sebuah gunung yang berada di Ngablak, Magelang, Jawa Tengah. Gunung yang berada di Ngablak? Sebagian besar pasti tidak asing dengan daerah ini. Gunung yang sering disebut sebagai “gunung sejuta umat” atau “gunung pasar pendaki”. Siapa lagi kalau bukan Gunung Andong?

Ini adalah kali ketiga bagi saya mengunjungi Gunung Andong. Pada tahun 2019, saya mendaki Gunung Andong melalui jalur Sawit. Pada tahun 2020, saya mendaki Gunung Andong melalui jalur Pendem. Pada tahun 2021 ini, saya dan teman-teman mencoba mendaki Gunung Andong melalui jalur Gogik. Gunung Andong sendiri memiliki beberapa jalur yang dapat dilewati untuk mencapai puncaknya. Sepengetahuan saya berdasarkan internet, Gunung Andong memiliki 6 jalur yang dapat dilewati, yaitu jalur Sawit, jalur Pendem, jalur Gogik, jalur Kudusan, jalur Sekar Arum, dan jalur Temu. Saya sendiri baru mengetahui letak basecamp Sawit, Pendem, dan Gogik karena satu deret. Sedangkan untuk jalur yang lain, saya belum tahu letak atau lokasi pastinya.

Dalam melakukan pendakian Gunung Andong via Gogik ini, saya ditemani oleh teman-teman saya yang berjumlah 4 orang. Pendakian ini dilaksanakan pada tanggal 6-7 April 2021. Perjalanan menuju Gunung Andong ini dimulai dari Yogyakarta sebagai titik kumpulnya. Pada pukul 06.00 WIB, kami berkumpul di SPBU Jalan Magelang. Sesampainya di SPBU Jalan Magelang, kami masih harus menunggu beberapa teman yang masih dalam perjalanan. Setelah semuanya berkumpul, sekitar pukul 07.00 WIB, kami bergegas menuju Basecamp Andong via Gogik.

Di tengah perjalanan, sekitar pukul 08.00 WIB, kami berhenti sejenak di SPBU Magelang (dekat terminal Tidar) untuk sekedar sarapan, karena beberapa dari kami belum sarapan. Untungnya, salah satu teman kami membawa tiga bungkus nasi uduk, habislah tiga bungkus nasi uduk itu dilahap bersama-sama. Kami pun kembali melanjutkan perjalanan. Sialnya, kami SALAH JALAN! Kami yang terlalu menikmati perjalanan sampai lupa memperhatikan arahan Google Maps. Selepas itu, kami berjalan memutar dan mengikuti arahan Google Maps. Sialnya! Kami malah salah memilih titik tujuan Basecamp! Alhasil, kami berjalan memutari Gunung Andong dan melewati Gunung Telomoyo, hingga melewati jalanan macadam. Kami pun menyerah dan memilih untuk menggunakan GPS (Gunakan Penduduk Setempat). Kami pun di arahkan oleh penduduk setempat hingga akhirnya sampai di Pasar Ngablak. Kami beruntung karena adanya penduduk setempat yang ramah. Kami pun sampai di Basecamp Andong via Gogik sekitar pukul 10.00 WIB.

Basecamp Gunung Andong via Gogik (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Sesampainya disana, hanya ada kami yang akan naik. Suasana basecamp cukup sepi. Kami buru-buru memesan makan dan minum karena sudah cukup lelah. Sialnya! Warung di Basecamp Andong via Gogik tutup. Tiga di antara kami pun terpaksa harus membeli makanan ke luar, termasuk saya. Kami bertiga memutuskan untuk membeli di makan dan minum di Basecamp Andong via Pendem yang jaraknya tidak terlalu jauh. Sesampainya di Basecamp Andong via Pendem, ternyata yang jaga warung sedang pergi. “Ah! Sialnya!” Batin saya. Kami bertiga pun memutuskan untuk pergi ke Basecamp Andong via Sawit karena hanya satu deret. Ketika saya mendaki Gunung Andong via Sawit pada tahun 2019, basecampnya dipenuhi warung-warung milik warga. Mustahil kalau semua warung disana tutup. Akhirnya kami membungkus makanan dan minuman, lalu kembali ke Basecamp Gunung Andong via Gogik. Setelah menyantap makanan dan minuman tadi, kami beristirahat sebentar, lalu melakukan registrasi. Biaya registrasi di Gunung Andong via Gogik saat itu sebesar Rp 25.000,00 mencakup berbagai fasilitas basecamp dan parkir. Kami diberi selembar peta sebagai petunjuk jalan.

Kami melakukan pendakian sekitar pukul 12.00 WIB. Pada awalnya, pendakian berjalan dengan lancar. Setelah kami melewati gerbang Pondok Pesantren, semua masih tenang. Hingga akhirnya kami bertemu dengan percabangan tanpa petunjuk arah (ternyata petunjuk arahnya jatuh, jadi tidak kelihatan). Kami pun melihat peta dan dalam peta harus belok ke kiri. Kami pun mengikuti arahan peta tersebut. Semakin ke dalam, jalan semakin rimbun. Hanya ada jalan setapak dan kanan-kiri tumbuhan lebat. Kami mulai ragu karena tidak ada petunjuk arah juga. Namun, di jalan setapak itu juga terdapat jejak-jejak kaki yang terlihat cukup baru, mengingat semalam habis turun hujan. Melihat hal itu, kami terus berjalan dengan mencoba tetap tenang. Kami pun menemukan patok-patok di sepanjang jalan. Hal tersebut membuat kami yakin untuk tetap berjalan lurus. Hampir satu jam, kami pun sampai di penghujung jalan. Kami pun mulai kebingungan. Saya dan salah satu teman saya mencoba-coba jalur setapak yang ada. Hasilnya nihil. Bahkan, salah satu pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan, saya terpeleset dan hampir masuk ke jurang. Andaikan tidak ada tumbuhan-tumbuhan rimbun, mungkin saja saya sudah terperosok sampai ke bawah dan entah bagaimana jadinya. Setelah itu, kami memutuskan untuk kembali ke basecamp karena sudah hampir 2 jam berputar-putar. “Sialnya hari ini!” Batinku. Ketika kami mencoba untuk kembali ke basecamp, kami tidak menemukan jalan. Jalan yang kami lewati sebelumnya, seakan tertutup oleh rimbunnya tumbuhan-tumbuhan liar. Kami pun berusaha mencari jalan dan menemukan patok yang mengarah ke ladang penduduk. Kami pun menapaki aliran air yang saat itu sedikit becek karena hujan semalam. Kami pun berhasil sampai di basecamp. Pihak basecamp pun terlihat bingung karena kami turun dengan cepat. Padahal baru sekitar 2-3 jam meninggalkan basecamp. Kami pun dijelaskan bahwa kami sebenarnya melewati jalur lama yang sudah tidak difungsikan. Kami pun disarankan untuk mengikuti petunjuk (plang) yang ada. Setelah itu, kami memutuskan untuk beristirahat sejenak dan naik lagi.

Pos 1 Gunung Andong via Gogik (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Sekitar pukul 16.00 WIB, kami memutuskan untuk kembali naik. Kali ini semua berjalan dengan lancar sampai puncak. Kami sampai di puncak sekitar pukul 18.00 WIB. Jalur yang kami lalui cukup asyik. Jalur Gogik menawarkan jalur yang menanjak tanpa habis. Dari basecamp sampai pos 2, kami disajikan jalur dengan tanjakan-tanjakan yang masih bisa ditoleransi. Namun, selepas pos 2 (tepatnya setelah batas vegetasi dan jalur berubah menjadi terbuka), jalur terus menanjak tanpa toleransi! Karena semalam habis hujan, jalur menjadi rusak. Bahkan di beberapa kesempatan, kami harus menaiki jalur setinggi hampir 1 meter. Teman saya menyebutnya “tembok”. Dengan penuh perjuangan, kami pun sampai di Puncak Alap-Alap dan langsung mendirikan tenda. Rencananya, kami ingin mendirikan dua tenda kapasitas 4 orang, namun baru saja ingin mendirikan tenda kedua, hujan lebat disertai angin tiba-tiba datang. Dengan terpaksa, kami harus meninggalkan tenda kedua di luar. Kami cepat-cepat mencari batu untuk menahan tenda yang belum terbangun itu. Kami pun bermalam berlima dengan satu tenda kapasitas 4 orang. Dari jam 19.00 WIB sampai 07.00 WIB, keadaan badai dan disertai hujan pada malam harinya. Lagi-lagi, “Ah, sial!” Batin saya.

Perjalanan Menembus Kabut Menuju Puncak (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Pada pagi hari, sekitar pukul 04.00 WIB, saya keluar dari tenda sendirian. Saya berusaha memberi ruang bagi teman-teman agar lebih leluasa dan nyaman beristirahat. Disamping itu, saya sembari menikmati cahaya-cahaya lampu yang nampak seperti bintang, namun dilihat dari atas. Saat itu, langit masih gelap dan angina masih cukup kencang. Rasanya sedikit ngawur apabila keluar dari tenda. Angin kencang tersebut mulai mereda sekitar pukul 07.00 WIB. Jadi, sekitar 3 jam saya di luar tenda bersama badai angin kencang yang tak kunjung rampung sendirian. Disamping itu, pemdandangan yang ditawarkan saat itu sangat indah dan mempesona. Saya ingin mengajak teman-teman untuk keluar dari tenda, namun mereka masih ingin beristirahat dan angin juga masih bertiup dengan kencang.

Ketika Masih Badai dan Di Luar Sendirian (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Pada akhirnya, sekitar pukul 08.00 WIB, kami berjalan menuju Puncak Andong dan Puncak Makam dari Puncak Alap-Alap. Kami menuju Puncak Andong dan Puncak Makam dengan jumlah 4 orang, karena salah satu teman memutuskan untuk tidak ikut dan menunggu di tenda sambil berberes barang. Perjalanan menuju Puncak Andong dan Puncak Makam relative singkat. Dari Puncak Alap-alap, kita akan melewati Jembatan Setan dengan jurang di kanan-kirinya. Namun, pemandangan yang ditawarkan sangatlah indah. Tidak berlama-lama di Puncak Andong dan Puncak Makam, kami kembali ke Puncak Alap-Alap untuk bersiap-siap kembali ke basecamp.

Sekitar pukul 11.15 WIB, kami memulai perjalanan turun menuju basecamp. Perjalanan turun sedikit mengerikan karena jalur yang licin dan curam. Setelah melalui perjalanan yang sedikit santai, kami pun sampai di basecamp sekitar pukul 13.00 WIB. Setelah beres membersihkan diri dan mengurus registrasi ulang, kami menata ulang barang, lalu pulang kembali menuju Yogyakarta.

Gerbang Ponpes Sekaligus Gerbang Pendakian Gunung Andong via Gogik (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Begitulah sedikit cerita dari pengalaman saya dan teman-teman dalam melakukan pendakian Gunung Andong via Gogik. Beberapa hal yang bisa menjadi evaluasi dan refleksi untuk kita semua adalah jangan pernah menganggap remeh gunung dari ketinggiannya maupun dari cerita tetangga dan kenali jalur yang akan digunakan dalam melakukan sebuah pendakian. Mengenai informasi jalur yang akan digunakan dapat ditanyakan pada pihak basecamp. Namun, sebelumnya kita juga harus mencari informasi awal melalui media internet dari berbagai platform yang ada.


Sekian dari saya, menapak, melangkah, Gunung Andong via Gogik.


- Leonardo Agastya

Klaten-Yogyakarta, 21 Mei 2021


For more information:

Follow me on Instagram: @menapak.melangkah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar