Gunung Lawu via Candi Cetho: Atmosfer yang Berbeda

Dari Puncak Gunung Lawu (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Gunung Lawu adalah sebuah gunung dengan ketinggian 3265 MDPL yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung Lawu merupakan salah satu gunung dengan ketinggian di atas 3000 MDPL di Pulau Jawa. Gunung Lawu memiliki beberapa puncak, yaitu Hargo Dumilah (Puncak Tertinggi), Hargo Dalem, Hargo Dumiling (Hargo Tiling), dan Hargo Puruso (Puncak Tower). Untuk mencapai puncaknya, ada 5 jalur resmi yang bisa dilewati, yaitu Candi Cetho, Cemoro Sewu, Cemoro Kandang, Singolangu, dan Tambak. Ada beberapa jalur lain yang bisa dilewati, namun tidak resmi.

Pada 17-18 Desember 2021, saya diberikan kesempatan untuk menjajal Gunung Lawu via Candi Cetho bersama salah satu teman saya yang sebelumnya ikut mendaki ke Gunung Telomoyo. Pendakian kali ini bisa dibilang melenceng dari rencana awal karena pada awalnya yang akan ikut ada 4-5 orang dan akan melalui jalur Singolangu. Sayangnya, hanya kami berdua yang menyanggupi saat itu. Dengan pertimbangan jumlah anggota, kondisi cuaca, dan karakteristik jalur, kami berdua memutuskan untuk mendaki Gunung Lawu via Candi Cetho.

Perjalanan kami mulai dari Klaten pukul 07.00 WIB. Jarak yang akan ditempuh kurang lebih 74 km. Perjalanan menuju Basecamp Lawu via Candi Cetho akan melalui kebun teh yang sangat indah, yaitu Kebun Teh Kemuning dengan jalanan yang menanjak khas pegunungan. Hampir sampai di Basecamp Lawu via Candi Cetho, kami melewati sebuah tanjakan lika-liku dan tanjakan lurus menghadap Candi Cetho. Pada akhirnya, sekitar pukul 09.00, kami sampai di Basecamp Lawu via Candi Cetho “ANDIKA RAHAYU” yang berwarna biru dan letaknya paling bawah.

BASECAMP ANDIKA RAHAYU-POS 1 (MBAH BRANTI)

Basecamp Andika Rahayu (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Sesampainya di basecamp, kami langsung mengurus persewaan tenda dan menata ulang bawaan. Setelah itu, kami mengurus registrasi dengan mengisi data pada formulir yang diberikan oleh pihak basecamp. Tidak perlu waktu lama, kami pun memulai pendakian menuju pos registrasi (tempat membayar dan penitipan kartu identitas). Jalur menuju pos registrasi cukup menanjak singkat melalui tangga semen di sebelah Candi Cetho.

Untuk harga tiket pendakian, setiap orang membayar Rp 20.000,00. Kami pun diberikan selembar peta pendakian, lalu melakukan pengarahan atau briefing singkat dari penjaga pos registrasi. Selesai pengarahan, kami pun berdoa dan mulai melakukan pendakian dengan cuaca yang cerah berawan.

Setengah perjalanan menuju Candi Kethek, kami bertemu dengan sekelompok pemuda yang memberitahu dan menyuruh kami untuk memakai selendang ketika melewati Patirtan Sapta Rsi. Kami pun menurutinya. Ketika sampai di Patirtan Sapta Rsi, kami menggunakan selendang yang telah disiapkan di sebuah gubuk di sisi kiri. Kami pun melewati tangga dengan patung-patung penjaga di kanan kirinya serta payung-payung emas. Setelah melewati tangga-tangga tersebut, kami sampai di Patirtan Sapta Rsi dengan warung di sebelahnya. Kami pun melepas selendang dan menatanya di meja warung tersebut.

Warung di Sebelah Patirtan Sapta Rsi (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

10 menit beristirahat, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Pos 1. Belum genap 10 menit, kami berhenti sejenak di sebuah warung untuk menikmati minuman sereal. Setelah beristirahat sekitar 15 menit, kami pun melanjutkan perjalanan dan sampai di Pos 1. Sesampainya di Pos 1, kami langsung melanjutkan perjalanan tanpa beristirahat sejenak. Untuk jalur dari basecamp menuju Pos 1 didominasi oleh tanjakan dengan beberapa bonus di awal perjalanan.

POS 1-POS 2 (BRAKSENG)

Jalur Menuju Pos 2 (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Jalur dari Pos 1 menuju Pos 2 akan melalui hutan dengan pepohonan besar nan tua yang mengelilingi jalur dan semak-semak tinggi. Jalur yang akan dilalui adalah tanah padat dan akar yang semakin menanjak, sehingga cukup menguras energi. Untuk waktu dan jarak tempuh secara detail, kami tidak terlalu memperhatikannya.

POS 2-POS 3 (CEMORO DOWO)

(BEBERAPA FOTO HILANG TERMASUK FOTO POS 3 MAUPUN JALUR MENUJU POS 3)

Jalur dari Pos 2 menuju Pos 3 juga semakin menanjak dan panjang dengan tanah padat dan akar-akar. Jalur masih dikelilingi oleh pohon-pohon besar dan semak-semak tinggi, namun sedikit terbuka. Di Pos 3 terdapat sebuah mata air. Sayangnya, di dekat mata air ini sangat kumuh bekas orang mencuci peralatan makan dan terdapat tumpukan sampah di samping shelter. Perlu diketahui bahwa Pos 3 juga merupakan camp area yang menguntungkan karena dekat dengan mata air. Namun, perjalanan menuju puncak masih sangat jauh. 

POS 3-POS 4 (PENGGIK)

Pos 4 Penggik (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Jalur dari Pos 3 menuju Pos 4 merupakan jalur yang cukup berat, di samping jalur dari Pos 2 menuju Pos 3. Jalur terus menanjak dengan tanah padat dan dikelilingi pepohonan besar. Waktu tempuhnya hampir sama dengan dari Pos 2 menuju Pos 3.

POS 4-POS 5 (BULAK PEPERANGAN)

Sebelum Pos 5 (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Dari Pos 4 menuju Pos 5, jalan yang sebelumnya tanjakan berubah menjadi sangat landai, meskipun ada beberapa titik yang sedikit menanjak. Tidak butuh waktu yang terlalu lama, kami pun keluar dari hutan dan disambut oleh luasnya sabana. Tapi ternyata bukan Pos 5. Untuk sampai di Pos 5 masih harus berjalan sekitar 5 menit. Kami pun memutuskan untuk mendirikan tenda sebelum pos 5, di lahan datar yang diapit dua bukit kecil.

POS 5-POS 6 (GUPAK MENJANGAN)

Gupak Menjangan (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Untuk menuju Gupakan Menjangan dari Pos 5 tidak dibutuhkan waktu yang lama. Jalur yang akan dilalui cukup landai karena hanya menanjak sedikit untuk menaiki bukit. Gupak Menjangan menjadi salah satu tempat bermalam yang layak, selain Pos 3 dan Pos 5. Disini ada sebuah telaga-telaga kecil di dekat sabana.

POS 6-PASAR DIENG

Pasar Dieng (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Jalur menuju Pasar Dieng akan melalui sabana yang sangat luas dan di tengah perjalanan akan ditemui percabangan jalur lain. Jalur dari Pos 6 menuju Pasar Dieng sangat bervariasi, kadang menanjak, kadang landai. Namun, terbilang masih wajar. Pasar Dieng merupakan kawasan berbatu yang dilindungi. Jangan sesekali mengubah susunan batu! Selain itu, Pasar Dieng memiliki banyak percabangan jalur, sehingga jangan sesekali melintasi Pasar Dieng ketika malam hari!

PASAR DIENG-PUNCAK HARGO DALEM

Hargo Dalem (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Jalur dari Pasar Dieng menuju Puncak Hargo Dalem cukup landai dan tidak memerlukan waktu yang lama. Puncak Hargo Dalem merupakan  tempat sakral yang dipercaya sebagai tempat moksa Prabu Brawijaya V. Disini terdapat berbagai warung, salah satunya adalah warung pecel Mbok Yem yang sangat fenomenal.

Warung Pecel Mbok Yem (menapakmelangkah.blogspot.com)

PUNCAK HARGO DALEM-PUNCAK HARGO DUMILAH

Hargo Dumilah (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Jalur menuju Puncak Hargo Dumilah menanjak terjal dari awal hingga akhir. Jalurnya tanah padat berbatu. Puncak Hargo Dumilah merupakan puncak tertinggi Gunung Lawu yang ditandai dengan sebuah tugu yang cukup tinggi. Ingat, jangan memanjat tugu tersebut!

PUNCAK HARGO DUMILAH - PUNCAK BENDERA

Puncak Bendera (menapakmelangkah.blogspot.com/Leonardo Agastya)

Di samping Puncak Hargo Dumilah terdapat sebuah lahan datar dengan bendera. Kami tidak tahu nama resminya, jadinya kami sebut saja sebagai Puncak Bendera. Dari sana nampak Hargo Puruso (Puncak Tower). Sayangnya, kami sedikit mengejar waktu karena hari sudah siang. Kami pun memutuskan untuk turun ke tempat camp semalam.

Setelah sampai di tempat camp semalam, kami melanjutkan perjalanan turun sekitar pukul 14.00 WIB. Kami pun dihantam hujan deras ketika perjalanan menuju Pos 4. Hujan pun berhenti ketika kami hampir sampai di Pos 2. Kami bertemu malam. Kami pun sempat hampir tersesat ketika di berada di persimpangan jalur Pos 2 karena kondisi benar-benar gelap. Pada akhirnya, kami sampai di basecamp sekitar pukul 20.00 WIB. Kami pun langsung beristirahat dan menuju warung untuk mengisi energi, lalu pulang menuju Klaten sekitar pukul 22.00 WIB.

Gunung Lawu via Candi Cetho memiliki karakteristik jalur yang sangat menarik. Dengan berbagai peninggalan sejarahnya, pepohonan besar yang meneduhi jalurnya, sabananya yang sangat luas dan indah, serta panjangnya jalur yang harus ditempuh. Selain itu, Gunung Lawu via Candi Cetho juga menawarkan suasana pendakian yang sangat berbeda. Menurut saya, bisa dikatakan, gunung ini memiliki suasana atau hawa yang berbeda dari gunung-gunung lain. Jalur ini sebetulnya kurang saya sarankan bagi orang-orang yang baru ingin mencoba kegiatan pendakian. Persiapan fisik dan mental yang matang harus benar-benar disiapkan. Jadi, selalu eling lan waspada ketika mendaki gunung mana pun! Selamat mendaki!

Sekian dari saya, menapak, melangkah, Gunung Lawu via Candi Cetho.


- Leonardo Agastya

Yogyakarta, 30 Januari 2022


Note: Perjalanan dilakukan pada 17-18 Desember 2021


For More Information:

Follow me on Instagram: @menapak.melangkah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar